Pemilik Modal Asing Soroti Investasi RI



By Zahra

SELISIK.COM – Hasil survei KedaiKopi yang mengungkap penegakan hukum dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero) memengaruhi kinerja pasar saham atau investasi di Indonesia.

Beberapa investor asing yang kabur dari Indonesia, antara lain Morgan Stanley Sekuritas Indonesia broker saham dan lembaga keuangan internasional, PT Merrill Lynch Sekuritas Indonesia dan Citibank Indonesia, PT Deutsche Bank Sekuritas Indonesia, dan PT Nomura Sekuritas Indonesia. Mereka telah resmi mengumumkan mengurangi bisnis jual beli saham di Indonesia.

Posisi investasi internasional (PII) Indonesia mencatatkan kewajiban neto pada tahun lalu 281,2 miliar dolar AS, turun dari 337,9 miliar dolar AS pada 2019. Survei terbaru Bank Dunia “Global Investment Competitiveness (GIC)” menyebutkan Indonesia menjadi salah satu negara yang paling restriktif dalam konteks penanaman modal asing (FDI). Ini mengindikasikan Indonesia masih belum ramah dan terbuka itu terhadap investor.

Analis CSA Research Institute Reza Priyambada menyatakan, setiap kasus hukum yang menjerat salah satu emiten akan membuat harga suatu saham akan turun. “Karena pelaku pasar itu sangat khawatir, dan membuat harga saham terkait mengalami penurunan,” ujarnya.

Dalam sebuah diskusi pelaku pasar, jika ada oknum yang bersalah, diperlakukan sebagai entitas pribadi. “Bukan perusahaannya yang dibekukan atau sebagainya,” katanya ketika webinar Perilaku Abuse of Power Atas Aset Berkedok Penegakan Hukum, Senin (16/8/2021).

Reza mencontohkan Asabri-Jiwasraya membeli saham A dengan harga 2730, dan setelah tiga bulan investasi ternyata harga sahamnya turun ke 2630. “Akhirnya secara pembukuan dia sudah mengalami kerugian berapa, 100 poin? Nah 100 poin itulah yang disebut sebagai unrealized loss,” ujarnya.

Jadi ruginya itu masih rugi potensial. Terus tiba-tiba datanglah aparat penegak hukum periksa MI ini, terus menganggap MI merugikan negara. “Lah yang merugikan negara itu siapa gitu, atas dasar apa merugikan negara. Lalu, kemudian uang negara yang mana yang dirugikan,” ujarnya.

Status merugikan negara itu misalkan ada dana APBN yang sekian triliun terus kemudian dipakai hal yang tidak benar maka baru dianggap merugikan negara. “Tapi ini ada uang nasabah yang diinvestasikan ke dalam suatu portofolio, kok ini dianggapnya ada kerugian negara? Kan uang negara hanya digunakan untuk mendirikan perusahaan asuransi ini,” ujar Reza.

Sebenarnya aset perusahaan asuransi berupa saham ini dana nasabah pemegang polis atau punya negara. “Apa yang salah, sampai sekarang nalar kita belum nyampe terkait dengan penanganan kasus ini. Sungguh proses hukumnya sangat diluar nalar,” tuturnya.

Karena itulah, Reza berharap jangan sampai karena ada penanganan kasus hukum di pasar modal yang salah justru mempengaruhi kepercayaan investor. Apalagi saat ini market cap berdasarkan statistik pasar modal Indonesia sebesar Rp 7.100 triliun.

“Anggaplah misalkan, pada akhirnya karena proses hukum ini menyebabkan polis dari Asabri maupun Jiwasraya tidak bisa dicairkan. Terus kemudian, Jiwasraya dan Asabri anggaplah masing-masing memiliki 500 investor, terus mereka gak percaya lagi dengan pasar modal. Artinya kita sudah kehilangan 1000 investor,” ujar Reza.

Perlu digarisbawahi, misi dari OJK maupun Bursa Efek Indonesia itu meningkatkan literasi keuangan yang diyakini akan meningkatkan kapitalisasi pasar, dan sebagainya. Jika ada ketidakpercayaan pada pasar modal tentu jadi merepotkan, apalagi sekarang adalah eranya media sosial yang bisa menjadi booster ketidakpercayaan. “Tentu bukan itu yang kita harapkan,” katanya.

Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM Muhammad Fatahillah Akbar menyatakan, penegakan hukum yang salah bisa memengaruhi ekosistem pasar modal ataupun dunia investasi sebuah negara. Karena itulah, pasar modal dan penegakan hukum itu harus berintegrasi.

Seharusnya kalau ada penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana di sebuah perusahaan atau yang menyangkut pasar modal, seharusnya prinsip good corporate governance-nya tetap harus dijaga.

Kuasa Hukum Nasabah WanaArtha, Palmer Situmorang, setuju penanganan kasus Asabri-Jiwasraya telah mengganggu iklim investasi Indonesia. Yang pertama dilanggar oleh penyidik adalah tindakan penyitaan itu tidak pernah dilakukan dengan melibatkan atau setidaknya dengan sepengetahuan dari pemilik rekening. Bahkan sampai sekarang, hingga ada putusan pengadilan terhadap kasus tersebut, tetap tidak ada informasi apa pun dari Kejaksaan. Cara seperti ini jelas melanggar KUHP.


Komentar